Pages

Selasa, 26 September 2017

GRATIFIKASI DI SEKOLAH DASAR

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Gratifikasi
Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diteria di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."
Apabila dicermati penjelasan pasal 12B ayat (1) tersebut, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat : pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunya makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan padal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur 12B saja.
Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut..."
Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya. 
Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut.
Beberapa contoh kasus gratifikasi baik yang dilarang berdasarkan ketentuan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 maupun yang tidak. Tentu saja hal ini hanya merupakan sebagian kecil dari situasi-situasi terkait gratifikasi yang seringkali terjadi.
Contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi adalah:
  •  Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma.
  • Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut.
  • Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan.
  • Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat.
  • Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan.
  • Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
  • Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu.

Kebiasaan ini juga sering dilakukan di Sekolah Dasar oleh pihak – pihak yang kurang bertanggung jawab. Sebagai contoh misalnya pemberian hadiah yang merupakan tindakan gratifikasi adalah seorang guru menerima oleh-oleh (barang) dari wali murid dengan tujuan supaya nilai anak dari wali murid tersebut menjadi baik.

B.   Penyebab Terjadi Gratifikasi di Sekolah Dasar
Berdasarkan data Transparency International menyatakan bahwa korupsi (gratifikasi) dapat disebabkan oleh beberapa kondisi yaitu:
  • Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada pihak sekolahan.
  • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
  • Lemahnya iman seseorang.
  • Rendahnya nilai kejujuran dalam diri seseorang.
  • Terdesak dengan kebutuhan ekonomi individu.
  • Lemahnya ketertiban hukum.
  • Gaji pegawai pemerintah (guru) yang sangat kecil.
C.   Dampak dari Gratifikasi di Sekolah Dasar
Akibat atau dampak yang di timbulkan adanya perilaku korup (gratifikasi) dalam kalangan pendidikan terutama sekolah dasar antara lain adalah sebagai berikut:
  • Merusak sistem tatanan masyarakat/kalangan sekolah setempat.
  • Terjadi biaya pendidikan yang tinggi. Uang sogok akhirnya menambah beban pada biaya pendidikan.
  • Kemiskinan.
  • Banyak orang menjadi putus asa atau tidak mau berusaha.
  • Hilangnya nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan.
  •  Membudidayanya perilaku – perilaku kurang baik (gratifikasi).
D.   Penyelesaian Gratifikasi di Sekolah Dasar
      Adanya perilaku – perilaku gratifikasi di Sekolah Dasar dapat diatasi atau diselesaikan dengan beberapa jalan, diantaranya sebai berikut:
  • Membangun kerangka kerja perilaku profesional dan bertanggung jawab.
  • Membenahi karakter individu dalam hal ini terkait dengan seorang guru.
  • Pencerahan dari para ahli, misal ahli agama dsb.
  • Sosialiasi terkait tindak gratifikasi yang ada dalam pendidikan.
  • Membiasakan sikap jujur sekecil apapun.

KESIMLPULAN

Gratifikasi merupakan salah satu tindak korup yang kurang begitu disadari oleh masyarakat. Tindak korup ini sering sekali dilakukan dalam dunia pendidikan dalam hal ini terkait tingkat Sekolah Dasar. Gratifikasi biasanya dilakukan antara pihak guru dan wali murid. Demi kepentingan nilai sang anak wali murid tersebut memberikan hadiah – hadiah dengan tujuan tertentu.
Selain kurangnya iman dan kejujuran individu, penyebab korupsi (gratifikasi) di negara kita adalah rendahnya gaji pegawai atau rendahnya pendapatan  sebagaian masyarakat dan keserakahan.
Tindak korup ini tidak dapat diselesaikan secara langsung begitu saja, akan tetapi dapat diselesaikan dengan bertahap. Salah satu yang dapat dilakukan adalah adanya kesadaran dari individu untuk melakukan hal yang baik dan meninggalkan hal yang kurang baik atau buruk.



DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto. M. (2012). Gratifikasi Dan Bagaimana Mengenalinya Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. [Online]. Tersedia: http://muhaswad.blogspot.com/2012/10/gratifikasi-dan-bagaimana-mengenalinya.html [11 April 2015 pukul 16.34].

KPK. (2014). Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi.

Napitupilu, Diana. (2010). KPK in Action. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Soejono. (2010). Sebab Akibat Praktik Korupsi. [Online]. Tersedia: https://soejonokarni.wordpress.com/category/11-sebab-akibat-praktek-korup-dan-korupsi/. [11 April 2015 pukul 16.37].

Zachrie, Ridwan, dan Wijayanto. (2010). Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.



ANALISIS METODE DAN PENDEKATAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KURIKULUM 2103


ANALISIS METODE DAN PENDEKATAN
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN  KURIKULUM 2103




MAKALAH INDIVIDU


Disusun Sebagai Syarat untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah “Strategi Belajar Mengajar”
(Dosen:Sapto Armin Wibowo, M.Pd.)


Disusun Oleh :

Muhammad Jamalul Huda     
34301300348




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG 2014





KATA PENGANTAR

      Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun bahasan yang dikaji dalam makalah ini adalah tentang ”Analisis Metode dan Pendekatan yang Dituntut Standar Nasional Pendidikan Dalam Kurikulum 2013” yang bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar.
   Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak yang turut berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sapto Armin Wibowo, M.Pd. selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dan selama penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa turut memberikan dukungan baik berupa materil maupun moril.
   Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan baik dalam hal penulisan maupun isi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian yang bersifat membangun yang bisa menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi penulis untuk kesempurnaan makalah ini dikemudian harinya. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian umumnya.


Semarang, 20 Oktober 2014


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia yang ada. Fokus kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi pendidik dan peserta didik dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang telah tersusun dalam satu kurikulum. Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pada dasarnya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh seorang pendidik untuk menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki peserta didik untuk mempelajari konse, prinsi atau teori yang baru mengenai suatu bidang ilmu.Pendekatan belajar dan strategi atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktor-faktor yang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik.
Pendekatan dan metode pembelajaran didominasi oleh teori belajar konstruktivisme yang kemudian dinyatakan sebagai pendekatan ilmiah. Namun kurikulum 2013 juga tidak lepas dari pendekatan behavorisme dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pendekatan teori belajar behaviorisme dalam kurikulum 2013 digunakan dalam kegiatan pendahuluan dan penutup proses pembelajaran, sedangkan untuk kegiatan inti pembelajaran didominasi dengan teori belajar konstruktivisme. Berikut akan dijelaskan analisis metode dan pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 ditinjau dari dua pandangan besar dalam pembelajaran yaitu pendekatan behaviorisme dan konstruktivisme.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan metode dan pendekatan pembelajaran? 
2.      Bagaimana analis pendekatan behaviorisme?
3.      Bagaimana analis pendekatan konstruktivisme? 
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mampu memehami metode dan pendekatan pembelajaran. 
2.      Mampu menganalisis pendekatan behaviorisme.
3.      Mampu menganalisis pendekatan konstruktivisme.
4.      Mampu memilih metode dan pendekatan yang sesuai dengan kurikulum 2013.       


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metode dan Pendekatan Pembelajaran
Untuk menjamin mutu Pendidikan Nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, maka pemerintah menetapkan sebuah dasar dan batasan minimal yang disebut Standar Nasional Pendidikan yang tertuan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan Pendidikan Nasional bermutu.
Salah satu lingkup Standar Pendidikan Nasional adalah Standar Proses. Pada BAB IV PP no. 19 tahun 2005 ini tentang Standar Proses, dijelaskan bahwa :
“Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.” (pasal 19 ayat 1).
Terlihat cukup jelas  bagaimana tuntutan Pemerintah terhadap proses pembelajaran di dalam kelas. Terdapat beberapa kata kunci yaitu pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kesempatan berprakasa, kreatif dan mandiri. Dalam hal ini peserta didik dituntut agar lebih bisa menjadi peserta didik yang produktif. Selanjutnya juga pada BAB IV PP no. 19 tahun 2005 ini menekankan pada:“pendidik memberikan keteladanan dalam proses pembelajaran” (pasal 19 ayat 2).Dan pada pasal 19 ayat 3 berbunyi :“Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasanproses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif danefisien.” (Pasal 19 ayat 3).
sedangkan dalam Permendiknas no. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses merinci tentang Perencanaan, Pelaksanaan, Penilaian, dan Pengawasan pembelajaran. Disebutkan bahwa proses Perencanaan berupa silabus dan RPP yang memuat kompetensi yang diperlukan untuk dikuasai siswa (Permendiknas no. 22 tahun 2006, Standar Isi).
Proses Pelaksanaan pembelajaran merupakanimplementasi dari RPP yang di dalamnya termasuk apersepsi, eksplorasi, elaborasi, dan  konfirmasi. Proses Penilaian pembelajaran dilaksanakan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa. Dan proses Pengawasan berupa pemantauan, supervisi, evaluasi, dan laporan.
Untuk mendorong keberhasilan pendidik dalam proses belajar mengajar diperlukan adanya metode dan pendekatan pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran merupakan rencana yang sistematis untuk menyampaikan informasi (Garlach dan Elly, 80:14). Metode dapat juga diartikan sebagai cara yang telah terpola tetap untuk memperoleh pengetahuan. Karenanya suatu metode bersifat prosedural, teknis dan implementatif. Jadi dapat saya simpulkan bahwa metode pembelajaran pada intinya merupakan suatu cara yang digunakan seorang pendidik untuk dapat mengembangkan potensi diri peserta didik untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1.     Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach).
2.     Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwasannya pendekatan pembelajaran merupakan tolak ukur seoran pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Suatu metode pembelajaran sangat saling terkait dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang ada. Jika keduanya dapat berjalan dengan baik maka tentulah tujuan pendidikan akan tercapai dan jika tidak maka yang terjadi adalah sebaliknya.
B.     Analis Pendekatan Behaviorisme
Dalam pencapaian tujuan pendidikan ada beberapa pendekatan-pendekatan yang terkait. Pendekatan behaviorisme merupakan salah satu dari beberapa pendekatan tersebut. Teori belajar behaviorisme sendiri merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh  Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku cerminan hasil dari pengalaman.Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Dalam teori ini peserta didik kurang begitu aktif, maksudnya disini masih dibutuhkan adanya suatu stimulus-stimulus atau perangsang agar peserta didik itu mau bertindak, dalam hal ini maksudnya adalah belajar. Seorang pendidik dalam hal ini dituntut lebih aktif memberikan stimulus kepada peserta didiknya agar peserta didik lebih maksimal dalam mengembangkan potensinya.
C.    Analis Pendekatan Konstruktivisme
Terdapat berbagai pemikiran tentang bentuk konstruktivisme, namun yang menyatukan beragam bentuk tersebut adalah metaphor (hakikat) dari konstruksi itu sendiri. Metaphor dari konstruksi yaitu pembangunan struktur dari bagian yang sudah ada, yang selanjutnya dibentuk menjadi lebih khusus.
Menurut von Glasersfeld (1989: 182): “ pengetahuan tidak diterima secara pasif, namun dibangun oleh subjek yang mengetahui”. Sehingga dapat dikatakan bahwa “memahami” adalah proses aktif, secara personal dan berdasarkan pada pengetahuan yang  dikonstruksi sebelumnya. Sehingga tidak tepat jika kurikulum di tentukan oleh pemerintah. Dalam kelas konstruktivis, kurikulum umumnya proses menggali lebih dalam dan lebih dalam ide-ide besar yang dimiliki pelajar, daripada menyajikan materi yang umum.
Ernest memfokuskan pada empat konstruktivisme yang utama, yaitu konstruktivisme biasa, konstruktivisme radikal, enaktivisme dan konstruktivisme social.Konstruktivisme biasa dapat diterapkan sebagai perluasan dari teori belajar neo-behavioristik dan kognitif. Menurut Ausubel (1969), “Faktor utama yang mempengaruhi belajar adalah apa yang siswa telah diketahui sebelumnya. Mengetahuinya dan mengajarkanya secara bersamaan”. Sehingga prinsip utama dari kebanyakan konstruktivisme adalah pengetahuan sebelumnya dan pemahaman adalah basis bagi pembelajaran selanjutnya. Konstruktivisme biasa beranggapan bahwa kebenaran representasi dari dunia empiris dan pengalaman (eksperiental) adalah mungkin.
Prinsip konstruktivisme radikal yaitu "fungsi kognisi bersifat adaptif dan melayani organisasi dunia pengalaman, bukan penemuan dari realitas secara ontologis." (Von Glasersfeld 1989: 182). Sehingga, dari seorang yang kritis tentang “sifat-sifat struktur” dari kenyataan yang yang tak tersedia, organisme pengalaman kemudian berubah menjadi struktur kognitif yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah seperti yang organism yakini dan bayangkan (Von Glasersfeld 1983: 50). Dengan kata lain organism itu sendiri dan secara keseluruhan mengadaptasi dunia dari pengalaman-pengalaman melalui adatasi dari skema-skema.
Enactivism didasarkan pada model hayati; lebih spesifik, kognisi dipandang sebagai proses biologis. Ernest menjelaskan salah satu dari ide-ide sentral (dari enactivism) adalah dari autopoesis. Autoposes memiliki sistem dinamis kompleks yang spontan yang memiliki organisasi sendiri, berdasarkan umpan balik dan pertumbuhan dalam menanggapi umpan balik ini. Individu yang berpengetahuan bukan hanya seorang pengamat dunia tetapi tubuh tertanam di dunia dan dibentuk baik kognitif dan sebagai organisme fisik yang utuh oleh interaksinya dengan dunia.  “Enaktivisme sebagai teori kognitif menyadari akan pentingnya konstruksi secara individual dalam dunia, tetapi menekankan pada perkembangan struktur individu dengan dunia dalam metode dan syarat untuk meneruskan interaksi antara individu dengan situasi (Reid et al. 2000:1-10). 
Manusia terbentuk melalui interaksi dengan orang lain melalui proses individual mereka. Metafora yang mendasarinya adalah dialogis atau perbincangan, yang terdiri dari masyarakat sosial yang tertanam dalam interaksi linguistik dan ekstra-linguistik dan dialog bermakna (Harre 1989; Ernest 1998).

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Pendekatan dan metode pembelajaran didominasi oleh teori belajar konstruktivisme yang kemudian dinyatakan sebagai pendekatan ilmiah. Dikatakan ilmiah karena dalam penyampaiannya teori belajar ini benar-benar diperankan oleh peserta didik yang lengkap dengan pemecahan masalah yang ada. Pendidik hanya sebagai fasilitator yakni membantu jika peserta didik kesulitan dalam memecahkan masalah yang ada.
Pendekatan behavorisme dalam proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan uang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dalam kurikulum 2013 pendekatan behaviorisme digunakan dalam kegiatan pendahuluan dan penutup proses pembelajaran, sedangkan untuk kegiatan inti pembelajaran lebih banyak membelajarkan dengan teori belajar konstruktivisme.
B.     Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat, untuk meyempurnakan makalah yang sederhana ini penulis sangat mengharapkan saran dan krtik dari pembaca agar tersempurnanya makalah ini.
Akhir kata mudah-mudahan makalah ini dapat memberi manfaat untuk pemabaca khususnya untuk penulis sendiri. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Hartono, R. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta: DIVA Press.
Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA CV.
Soeyono, Y. (2012). Menganalisa Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Pendidikan Ditinjau dari Sisi Teori Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://yandrisoeyono.blogspot.com/2012/10/analisa-standar-nasional-pendidikan.html.[18 Oktober 2014 Jam 01.16].
Wulandari, N. F. (2013).Analisis Metode Dan Pendekatan Pembelajaran Yang Dituntut Standar Nasional Pendidikan Dalam Kurikulum 2013. [Online]. Tersedia: http:// ferrywn.blogspot.com/2013/09/analisis-metode-dan-pendekatan.html.[22 Oktober 2014 Jam 23.40].